Dermatitis Kontak Alergi
Erwin Pieter Sibarani (15000022)
PEMICU
Seorang
mahasiswa, usia 21 tahun, datang ke RS dengan keluhan gatal-gatal pada kulit
pergelangan tangan kirinya sejak 1 minggu sebelumnya. Mula-mula terlihat
sebagai bercak-bercak kemerahan, namun kemudian timbul bintil-bintil kecil
berisi air dan tampak keropeng. Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai:
Ruam :
eritema, edema, papula, erosi, vesikula, dan krusta.
Lokasi :
radioulnaris distal sinistra
Apa yang terjadi pada mahasiswa tersebut
?
More
Info I :
Satu
minggu sebelumnya mahasiswa tersebut memakai jam tangan baru.
More
Info II :
Pemeriksaan KOH negatif.
Pada pemeriksaan tes tempel (patch test) didapati alergi terhadap
nikel (++) pada pembacaan 48 jam setelah tes dilakukan.
UNFAMILLIAR
TERMS
-
MASALAH
- Mengapa
terasa gatal pada kulit pergelangan tangan ?
- Mengapa ada
bercak-bercak kemerahan ?
- Mengapa ada
bintil-bintil kecil berisi air dan keropeng ?
ANALISA
MASALAH
Faktor pencetus rasa gatal :
HIPOTESA
Dermatitis
LEARNING
ISSUE
1. Reaksi
Hipersensitivitas
2. Definisi, Etiologi, dan Klasifikasi Dermatitis
3. Patofisiologi
Pencetus Pruritus
4. Patofisiologi Pemicu
5. Diagnosa Banding
6. Penegakan
Diagnosa
7. Penatalaksanaan
8. Komplikasi dan Prognosis
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
1.
Reaksi
Hipersensitivitas
Reaksi
hipersensitivitas ada 4 tipe, yaitu:
§ Reaksi
hipersensitivitas tipe-I (reaksi alergi)
Pada reaksi ini, yang paling
berperan adalah mast cell/ basofil dan IgE, dan atopi (sifat kecenderungan menderita alergi). Antigen akan
dipersentasikan kepada sel plasma dengan bantuan limfosit (T hellper). Dimana
limfosit (T helper) akan menghasilkan sitokin (IL-4) untuk mengaktifkan sel
plasma menghasilkan antibodi (Ig E). Anti body (IgE) akan melekat pada dinding
sel mas atau basal. Antigen yang masuk tadi akan langsung di ikat oleh antibodi
yang membuat sel mast berdegranulasi menghasilkan histamin.
§ Reaksi
hipersensitivitas tipe-II (reaksi sitotoksik)
Terjadinya
reaksi hipersensitivitas tipe-II sangat erat kaitannya dengan adanya suatu
proses penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya sel klon baru tersebut
dapat ditemukan pada sel tumor, sel terinfeksi virus, dan sel yang terinduksi
mutagen yang selanjutnya disebut dengan sel target. Karena adanya perubahan
lingkungan, sel target mengalami perubahan DNA. Oleh karena itu, maka sel
target harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan melalui mekanisme
imunologik. Bila tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh, maka sel tersebut
akan berkembang menjadi klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan suatu
gangguan (penyakit).
Sel target mengaktifkan limfosit B yang
akan membuat sel plasma mengeluarkan antibodi (IgG & Ig M). Antibodi akan
mendekat pada sel killer (mass). Sel killer akan menuju sel target yang
menghasilkan protein asing untuk di lisiskan.
Reaksi hipersensitivitas ini dapat
melalui dua jalur :
§ Reaksi
hipersensitivitas tipe-III (imun kompleks)
§ Reaksi
hipersensitivitas tipe-IV (delayed type hypersensitivity)
Terjadinya
reaksi ini disebabkan oleh infeksi mikroorganisme yang bersifat intraseluler
atau suatu antigen tertentu.
2.
Definisi, Etiologi, dan Klasifikasi Dermatitis
Dermatitis
adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis
berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal.
Penyebab
dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu), mikroorganisme
(bakteri, jamur); dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik.
Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti.
Klasifikasi
dermatitis:
3.
Patofisiologi
Pencetus Pruritus
4.
Patofisiologi
Pemicu
5.
Diagnosa Banding
Ø Urticaria
Urticaria
(hives) adalah kelainan yang sering dijumpai. Disebabkan oleh degranulasi mast cell
yang terlokalisasi yang menyebabkan terjadinya hyperpermeabilitas pada pembuluh
darah di kulit. Manifestasi klinis berupa erythema, edema, dan gatal pada
kulit.
Ø Psoriasis
Psoriasis
adalah penyakit peradangan kronik. Psoriasis adalah penyakit immunologic,
dengan faktor genetik (Human Leukocyte Antigen) atau pun faktor dari lingkungan.
Antigen yang menyebabkan sensisitasi sel T di dermis. Sel T bertanggung jawab
atas terjadinya hyperpoliferasi keratinosit yang menyebabkan lesi pada
psoriasis. Manifestasi klinis :
·
plak merah bersisik
·
gatal
Ø Lichen
planus
Kelainan
yang terjadi pada kulit disebabkan oleh immune response pada sel T sitotoksik
terhadap antigen pada lapisan basal dan dermoepidermal. Manifestasi klinis :
- pruritic
- purple
- polygonal
- papule
- plaque
Ø Infeksi
jamur ( superficial)
Infeksi
jamur sangat beragam dari yang
superficial (stratum corneum, rambut, dan kuku) atau dalam (dermis atau
subcutan). Infeksi superficial biasanya menyebabkan macule berwarna merah
bersisik dan gatal, sementara infeksi jamur pada lapisan yang lebih dalam
seperti pada orang yang terinfeksi Aspergillus spp. Manifestasi klinis berupa
erythema, dan nodul, dan kadang menunjukkan lokal hemmorhage.
6.
Penegakan
Diagnosa
Diagnosis
didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Misalnya ditemukan ada
kelainan kulit berukuran numular disekitar pusatberupa hiperpigmentasi, likenifikasi
dengan papul dan erosi. Maka perlu ditanyakan apakah pasien memakai kancing
celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam. Data dari anamnesis
juga harus meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang menimbulkan alergi,
riwayat atopi baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya.
Pada
kasus di atas, perlu ditanyakan apakah ada alergi menggunakan sendal jepit,
bahan sendal jepit yang digunakan apakah dari karet atau logam. Ditanyakan
apakah ada riwayat alergi sebelumnya, apakah ada keluarga menderita sakit yang
sama karena alergi. Perlu diperhatikan juga pekerjaan pasien sebagai petani
yang selalu kontak dengan tanah yang basah atau kontak dengan bahan-bahan kimia
dari desinfektan untuk pembasmi hama dan pajanan yang terlalu lama di bawah
sinar matahri. Perlu ditanyakan juga apakah pernah menderita sakit yang sama
sebelumnya dan pernahmengkonsumsi obat-obat apa saja.
Pemeriksaan fisik penting, karena
dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya. Misalnya lesinya di kaki, maka dapat dipastikan
penyebanya karena sendal/sepatu. Pemeriksaan hendaknya di tempat yang terang
pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelaianan kulit lain karena
sebab-sebab endogen.
Pemeriksaan
penunjang
a)
Uji Tempel (Patch test)
Tempat untuk melakukan uji tempel
biasanya di punggung. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya
antigen standar buatan pabrik misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E
Test.
Bahan yang secara rutin dan
dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk
uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahanyang
secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
maka harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang
diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga
karena penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, sendal,atau sarung tangan yang
dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil
bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan
pengawet/air. Lalu ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan
sekurang-kurangnya 48 jam. Yang perlu diingat bahwa hasilpositif dengan alergen
bukan standar perlu kontrol (5-10 orang), untuk menyingkirkan kemungkinan
iritasi.
Hal
yang harus diperhatikan dalam uji tempel adalah :
·
Dermatitis harus sudah tenang (sembuh).
Bila masih dalam keadaan akut atau berat maka dapat terjadi reaksi "angry
back" atau "excited skin", reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.
·
Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu
minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan, sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak
mempengaruhi hasil tes kecuali karena diduga urtikaria kontak.
·
Uji tempel dibuka setelah 2 hari,
kemuadian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah
aplikasi.
·
Penderita dilarang melakukan aktivitas
yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar, karena memberikan hasil negatif
palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan
menjaga agar punggung selalu kering, setelah dibuka uji tempelnya sampai
pembacaan terakhir selesai.
·
Uji tempel dengan bahan standar jangan
dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat urtikaria dadakan, karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis.
Setelah dibiarkan menempel selama 48
jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah
dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal.
Hasilnya dicatat seperti berikut :
1
= reaksi lemah (nonvesikuler) : eritema, infiltrat, papul (+)
2
= reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3
= reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4
= meragukan : hanya makula eritematosa (?)
5
= iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR)
6
= reaksi negatif (-)
7
= excited skin
8 = tidak dites (NT = Not Tested)
Pembacaan kedua perlu dilakukan
sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.
Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respon alergik
atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respon positif
alergen.
b)
Provocative Use Test
Pemeriksaan ini akan mengkonfirmasi
reaksi uji tempel yang mendekati positif terhadap bahan-bahan dari zat, seperti
kosmetik. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk menguji produk-produk untuk
kulit. Bahan digosok ke kulit normal pada bagian dalam lengan atas beberapa
kali sehari selama lima hari.
c)
Uji Photopatch
Uji photopatch digunakan untuk
mengevaluasi fotoalergi kontak terhadap zat seperti sulfonamid, fenotiazin,
p-aminobenzoic acid, oxybenzone, 6-metil kumarin, musk ambrette, atau
tetrachlorsalicylanilide. Sebuah uji tempel standar diterapkan selama 24 jam,
hal ini kemudian terekspos 5 sampai 15 J/m2 dari ultraviolet-A dan dibaca
setelah 48 jam.
7.
Penatalaksanaan
Umum: Menghindari
pajanan bahan alergen, serta
menyingkirkan faktor yang dapat memperberat.
Spesifik
Terapi Topikal
•
Steroid topikal
•
Antibiotika atau antiseptik topikal: dipakai untuk eksema yang disertai
infeksi, dapat diberi bersama dengan steroid
•
Kompres untuk jangka waktu pendek pada eksema yang eksudatif (dengan
larutan garam faal atau NaCl)
Terapi Sistemik
•
Antihistamin untuk rasa gatal
•
Kortikosteroid dalam jangka pendek untuk DKA akut yang
ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula dan eksudatif (madidans)
•
Antibiotik
oral untuk kasus-kasus dengan infeksi.
8.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi
Neurodermatitis
(lichen simpleks chronicus), di mana individu berulang kali menggosok atau
menggaruk daerah awalnya terpengaruh oleh dermatitis kontak alergi.
Prognosis
Prognosis DKA
umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik
dan menjadi kronik bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan oleh
allergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan
tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, pasien tersebut mengalami Dermatitis
Kontak Alergik.
DAFTAR
PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI.
Harahap,
Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit.
Jakarta: Hipokrates.
0 komentar:
Posting Komentar