• Twitter
  • Facebook
  • Google+
  • Instagram
  • Youtube

Senin, 16 Januari 2017

HERPES ZOSTER

LAPORAN TUTORIAL

INFEKSI 



Erwin Pieter Sibarani (15000022)

Fakultas Kedokteran
Universitas HKBP Nommensen
T.A 2016/2017



PEMICU
            Seorang laki-laki, usia 60 tahun datang dengan keluhan bintil-bintil berisi air pada bagian dahi dan mata sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu. Bintil berisi air diawali dari bagian dahi atas yang lama kelamaan menjalar ke sekitar mata sebelah kanan. Bintil-bintil berisi air tersebut terasa sakit dan sedikit gatal. Demam dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum muncul bisul – bisul tersebut.
More Info 1 :
Dari riwayat penyakit terdahulu diketahui bahwa pasien pernah menderita penyakit bintil – bintil berisi air hampir di seluruh badan pada usia 11 tahun. Pada pemeriksaan fisik dijumpai :
Ruam   : vesikel berkelompok diatas kulit yang eritematosa, ulserasi, dan krusta (+)
Lokasi : region frontalis dekstra-periorbital dekstra
 More info 2 :
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai leukosit 11.000/l, trombosit 250.000/l, Hb 13gr%, hitung jenis leukosit: 1/0/4/55/36/4. Tes Tzank: sel datia berinti banyak (+)

UNFAMILIAR TERMS
-

MASALAH
·         Kenapa bintil berisi air?
·         Kenapa bintil pada dahi dan menjalar kedaerah sekitar mata?
·         Kenapa pasien demam sebelum muncul bintil – bintil?
·         Kenapa bintil terasa sakit dan gatal?

HIPOTESA
·         Berdasarkan penyebab :
Infeksi , Iritasi, Trauma
·         Berdasarkan Penyakit :
Varicella, herpes Zoster,Skabies


LEARNING ISSUE
1.      Mekanisme pertahanan tubuh spesifik dan non spesifik
2.      Jenis – jenis penyakit virus yang menyerang kulit
3.      Definisi, patogenesis, gejala klinis dari herpes zoster
4.      Jenis – jenis penyakit dengan ruam bintil-bintil berisi air
5.      Faktor predisposisi terjadinya herpes zoster
6.      Diagnose banding herpes zoster
7.      Pemeriksaan penunjang
8.      Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi dari herpes zoster
9.      Komplikasi dan prognosis dari herpes zoster

PEMBAHASAN
1.      Mekanisme pertahanan tubuh spesifik dan non spesifik
Tubuh memiliki suatu mekanisme pertahanan terhadap patogen asing yang tepapar dari luar maupun dalam lingkungan yang kita kenal sebgai sistem imun. Sistem imun terdiri dari sistem imun alamiah atau non spesifik dan yang didapat atau spesifik.
1. Sistem Imun Nonspesifik
Dalam mekanisme imunitas sistem imun nonspesifik bertindak sebagai lini pertama dalam menghadapi pajanan asing dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Bersifat tidak spesifik karena tidak ditunjukan terhadap patogen potensial tertentu dan sudah berfungsi dari sejak lahir. Manimfestasi sitem imun nonspesifik dapat berupa kulit, kulit epitel mukosa, selaput lendir, gerakan silia saluran nafas, batuk dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung.
Pertahanan humoral nonspesifik berupa komplemen, interferon, proten fase akut dan kolektin. Komplemen terdiri dari sejumlah protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komlemen juga berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis yang dapat menimbulkan lisis pada bakteri dan parasit. Kolektin merupakan protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman
Gambar 1. Mekanisme pertahan tubuh terhadap respon inflamatori

Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi olah makrofag yang diaktifkan, sel NK (Natural Killer) dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus yang dilepas sebgai respon terhadap infeksi virus. Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel NK dan sel mast berperan dalam sitem imun non spesifik selular.

Gambar 2. Mekanisme penghancuran bakteri oleh protein komplemen

Neutrofil salah satu fagosit polimorfonuklear dengan granula azurophilic yang mengandung enzim hidrolitik serta subtansi bakterisidal seperti defensins dan katelicidin. Mononuklear fagosit yang berasal dari sel primoldial dan sel darah tepi disebut monosit. Makrofag di sistem saraf pusat disebut sebgai sel mikroglia, saat berada di sinusoid hepar disebut sel kuffer, disaluran pernafasan disebut makrofag alveolar dan ditulang sebut osteoklas.
Sel Natural Killer merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel sel tumor. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan imunitas terhadap parasit dalam usus serta invasi bakteri.
2. Sistem Imum Spesifik
 Sistem imun ini memiliki kemampuan untuk mengenali banda asing dengan disensitisasi oleh sel-sel imun. Benda yang sama bila terpajar ulang akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan. Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan sensitisasi oleh antigen namun memiliki perlindungan yang lebih baik terhadap antigen yang sama. Sistem imun ini melibatkan Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel progenitor limfoid.
A. Sistem imun spesifik humoral
Limfosit B berperan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdifrensiasi menjadi sel plasma. Fungsi utama sel antibodi sebgai pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. Sel B memiliki reseptor yang spesifik untuk setiap molekul antigen dan dapat dideteksi melalui metode tertentu melalui marker seperti CD19, CD21 dan MHC II.
B. Sistem imun spesifik selular

Gambar 3. Mekanisme pembentukan antibody

Limfosit T berperan dalam sistem imun spesifik selular pada orang dewasa. Limfosit T dibentuk di sumsum tulang tapi poliferasi dan difransiasinya terjadi di kelanjar timus. Persentasi sel T yang matang dan meninggalkan kelanjar timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama sistem imun spesifik selularadalah pertahanan terhadap bakteri intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan.

Sel T terdiri dari beberapa subset dengan fungsi yang berbeda-beda yaitu sel Th1,Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel Tr. CD4+ merupakan penanda bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari CTL yang terdapat pada membran protein sel.
Proses terbentuknya antibodi:
Berdasarkan cara mendapatkan imun atau kekebalan, dikenal dua macam kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan pasif.


1) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif terjadi jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah diberikan vaksinasi dengan suatu bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh setelah orang mengalami sakit karena infeksi suatu kuman penyakit maka disebut kekebalan aktif alami.

Pada proses pembentukan antibodi diawali dengan invasi antigen yang kemudian akan direspon oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi. Sel B dan sel T (sel limfosit) ikut berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B limfosit) membentuk sistem imunitas humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk antibodi yang berada di darah dan limfa. Sel B berfungsi secara spesifik mengenali antigen asing serta berperan membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri, seperti Streptococcus, Meningococcus, virus campak, dan Poliomeilitis. Antibodi ini kemudian melekat pada antigen dan melumpuhkannya. Sel B ini juga mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel ini berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh jika terdapat antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini akan segera meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel plasma adalah sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa.

Gambar 4. Tempat pembentukan sel B dan sel T

1) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif terjadi jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah diberikan vaksinasi dengan suatu bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh setelah orang mengalami sakit karena infeksi suatu kuman penyakit maka disebut kekebalan aktif alami.
Pada proses pembentukan antibodi diawali dengan invasi antigen yang kemudian akan direspon oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi. Sel B dan sel T (sel limfosit) ikut berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B limfosit) membentuk sistem imunitas humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk antibodi yang berada di darah dan limfa. Sel B berfungsi secara spesifik mengenali antigen asing serta berperan membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri, seperti Streptococcus, Meningococcus, virus campak, dan Poliomeilitis. Antibodi ini kemudian melekat pada antigen dan melumpuhkannya. Sel B ini juga mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel ini berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh jika terdapat antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini akan segera meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel plasma adalah sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa. 
2) Kekebalan Pasif
Setiap antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat menstimulasi pembentukan berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat merespon berjuta-juta jenis dari mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat memperoleh kekebalan (antibodi) dari ibunya pada saat masih berada di dalam kandungan. Sehingga bayi tersebut memiliki sistem kekebalan terhadap penyakit seperti kekebalan yang dimiliki ibunya. Kekebalan pasif setelah lahir yaitu jika bayi terhindar dari penyakit setelah dilakukan suntikan dengan serum yang mengandung antibodi, misanya ATS (Anti Tetanus Serum). Sistem kekebalan tubuh yang diperoleh bayi sebelum lahir belum bisa beroperasi secara penuh, tetapi tubuh masih bergantung pada sistem kekebalan pada ibunya. Imunitas pasif hanya berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu saja.

2.  Jenis – jenis penyakit virus yang menyerang kulit
Penyakit kulit karena virus terdiri atas
1.      Herpes zoster
2.      Moluskum kontangiosum
3.      Variola
4.      Varisela
5.      Veruka

1    a.      Herpes zoster
            Reaktivasi virus varicella-zoster yang tetap aktif (dormant) dalam neuron ganglion sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomik selama beberapa dekade setelah paparan pasien awal untuk virus dalam bentuk varicella (cacar)
Etiopatogenesis
            Mengikuti infeksi primer virus varisela-zoster (varisela), partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama tahunan. Pada saat respons imunitas selular dan titer antibodi spesifik terhadap virus varisela-zoster menurun sampai tidak lagi efektif mencegah infeksi virus, maka partikel virus varisela-zoster yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom.


1    b.      Moluskum Kontangiosum
            Disebabkan oleh infeksi virus DNA genus Molluscipox.Klinis berupa papul berbentuk kubah, berkilat, dan pada permukaannya terdapat lekukan.
Etiopatogenesis
Virus moluskulum tergolong virus DNA genus Molluscipox , ditemukan 4 subtipe, dan tipe 1 dianggap dapat menyerang individu yang imunokompeten. Masa inkubasi antara 2-8 minggu. 



1    c.      Variola
            Penyebab variola ialah virus poks (pox virus variolae). Dikenal 2 tipe virus yang hampir identik, tetapi yebabkan 2 tipe variola, yaitu variola mayor dan variola minor (alastrim). Perbedaan kedua tipe virus tersebut adalah bahwa virus yang menyebabkan variola mayor bila diinokulasikan pada membran korioalantoik tumbuh pada suhu 38°-38,5°C, sedangkan yang menyebabkan variola minor tumbuh di bawah suhu 38°C. Virus ini sangat stabil pada suhu ruangan, sehingga dapat hidup di luar tubuh selama berbulan-bulan.
Patogenesis
            Transmisi terjadi secara aerogen karena virus in terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di saluran napas bagian atas dan juga terdapat/terbawa di pakaian penderita. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan mengalami multiplikasi dalam sistem retikuloendotelial, kemudian masuk ke dalam darah dan melepaskan diri melalui kapiler dermis menuju sel epidermis ( epidermotropik) dan membentuk badan inklusi intra sitoplasma yang terletak di inti sel . tipe variola yang muncul tergantung pada imunitas, tipe virus dan gizi penderita.


d.      Varisela
            Varisela tidak menyebabkan kematian. Sejak lama disepakati bahwa varisela dapat sembuh sendiri. Namun, varisela termasuk penyakit yang kontagius (menular) daN penularan terjadi dengan cepat secara airborn infection, terutama pada orang serumah dan pada orang dengan imunokompemais.
Patogenesis
            VVZ masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran naps atas dan orofaring. Virus bermultiplikasi di tempat masuk (port d’entry), menyebar melalui pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia primer. Tubuh mencoba mengeliminasi virus terutama melalui sistem pertahanan tubuh non spesifik, dan imunitas spesifik terhadap VVZ. Apabila pertahanan tubuh tersebut gagal mengeliminasi virus terjadi viremia sekunder kurang lebih dua minggu setelah infeksi. Viremia ini ditandai oleh timbulnya erupsi varisela, teutama di bagian sentral tubuh dan di bagian perifer lebih ringan. Setelah erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian menjadi laten di ganglion dorsalis posterior.

e.      Veruka
Terdiri atas 2 yaitu veruka vulgaris dan veruka plana
Veruka vulgaris

            Veruka vulgaris atau yang lebih sering disebut kutil adalah papul verukosa yang disebabkan oleh infeksi virus papilloma virus.


Veruka plana
            Veruka plana adalah papul datar kecil yang disebabkan oleh infeksi human papilloma virus. Kelainan ini dapat regresi, biasanya didahului oleh peradangan.


3.      Definisi, patogenesis, gejala klinis dari herpes zoster

Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela – zooster yang menyerang kulit. Infeksi ini  merupakan reaktivitasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Bentuk Klinis Herpes zoster :
      Herpes zoster abortif
perjalanan penyakit begitu singkat dan kelainan kulit berupa vesikel dan eritema
      Herpes zoster oftalmikus
menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Erupsi kulit sebatas mata sampai ke verteks, tetapi tidak melalui garis tengah dahi.
      Herpes zoster aberans
            disertai vesikel minimal 10 buah yang melewati garis tengah.
      Herpes zoster pada imunokompromais
tidak spesifik, berlangsung lama (lebih dari 6 minggu), cenderung kronik presisten, menyebar ke paru, hati dan otak.
      Herpes zoster pada ibu hamil
ringan, terjadi komplikasi sangat jarang. Resiko infeksi pada janin sangat kecil. Karena itu tidak dilakukan terapi antiviral
      Herpes zoster pada neonatus
jarang ditemukan, penyakit ringan, sembuh tanpa gejala sisa. Tidak membutuhkan antiviral.
      Herpes zoster pada anak
ringan, banyak menyerang di daerah servikal bawah.tidak membutuhkan terapi antiviral
      Sindrom ramsay-hunt
terjadi di liang teliga luar, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah,vertigo, dan tuli.

Patogenesis

Gejala klinis herpes zoster
      Demam, pusing, malaise
      Nyeri otot tulang, pegal, gatal
      Eritema
      Kemudian terbentuk vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema
      Berisi cairan jernih kemudian menadi keruh, dapat emjadi pustul dan krausa.

4.      Jenis – jenis penyakit dengan ruam bintil-bintil berisi air
Tinea manus
·         Disebabkan oleh jamur
·         Menyerang semua umur
·         Gejala vesikular meradang
·         Skuamosa tak meradang
·         Vesikel dengan eritema yang berbatas tegas disertai rasa gatal
·         Lokasi pergelangan tangan sampai ujung jari
·         Penatalaksanaan : preparat haloprogin, tolnaftat, asam salisilat dan preparat triazol
Impetigo krustosa
·         Disebabkan bakteri
·         Terutama pada anak anak
·         Keluhan terasa gatal, ada lesi berupa makula eritematosa diawal yang kemudian berubah menjadi vesikel atau bula, karna tipis mudah pecah dan mengeluarkan cairan
·         Lokasi wajah sekitar hidung dan mulut, tangan leher, dan ekstremitas
·         Penatalaksanaan : mencuci tangan dengan H2O2 lalu saleb antibiotik kloramfenikol 2% dan teramisin 3% jika lesi banyak beri penisislin , kloksasilin atau sefalosporin
Erisipelas
·         Disebabkan bakteri
·         Banyak pada anak dan dewasa
·         F.prediposisi DM, ISPA, kurang gizi
·         Lokasi kaki tangan dan wajah
·         Gejala badan panas dan malaise terdapat lesi dengan batas tegas dan vesikel
·         Penatalaksanaan sistemik antipiretik dan analgetik, penisilin, sefalosporin. Topikal kompres dengan larutan asam borat 3%
Moluskum kontagiosum
·         Disebabkan oleh virus
·         Terutama pada anak anak
·         Lokasi wajah, badan, kadang kadang pada perut, bagian bawah perut dan genitalia
·         Terdapat lesi, furunkel dan vesikel
·         Penatalaksanaan : kuretase bersihkan dan berikan salep
Herpes simpleks
·         Disebabkan virus
·         Menyerang semua umur
·         Gejala rasa gatal, rasa terbakar, kadang timbul rasa nyeri, malaise, demam, vesikel
·         Lokasi mukokutan
·         Penatalaksanaan : kompres dengan sol. Kalium permanganas, antiseptik seperti povidon  yodium, idoksuridin, asiklovir

Herpes zoster
·         Disebabkan virus
·         Pada anak dan dewasa
·         Gejala neuralgia, didahului demam, ada eritema, vesikula yang menyatu sehingga terbentuk bula, vesikel yang mulanya jernih lalu keruh dan bercampur darah
·         Penatalaksanaan : analgetik, bedak salisil, salep kloramfenikol 2%
Herpes zoster oftalmik
·         Disebabkan virus
·         Gelaja demam, banyak keluar air mata, kelopak mata bengkak dan sulit dibuka, vesikel
Varisela
·         Disebabkan virus
·         Gejala demam, anoreksia dan malaise pada kulit timbul papula kemerahan yang menjadi vesikula
·         Lokasi pada wajah, badan dan ekstremitas, mungkin juga pada mulut, mole, palatum dan faring
·         Penatalaksanaan : simtomatik yaitu analgetik dan antipiretik seperti metampiron atau aseteminofen
Dermatitis kontak toksik
·         Disebabkan iritan primer
·         Gejala rasa panas, gatal, nyeri, eritema numular sampai plakat. Vesikel, bula sampai erosi
·         Lokasi seluruh permukaan tubuh
·         Penatalaksanaan : hindari sumber toksik, sistemik kortikosteroid seperti prednison
Skabies
·         Disebabkan parasit
·         Banyak menyerang anak anak
·         Lokasi sela jari tangan, pergelangan tanag, ketiak, sekitar pusat, genitalia pria, bokong, telapak kaki dan tangan
·         Gejala selalu gatal terutama malam hari ada papula dan vesikel
·         Penatalaksanaan : sulfur presipitatum 2-5%, emulsi benzil benzonat 20-25%, gama benzen heksaklorida 0,5-1%, krotamiton 10%, krim permetrin 5%

5.      Faktor predisposisi terjadinya herpes zoster
Infeksi primer virus varisela-zoster (varisella), partikel virus dapat tetap tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama tahunan. Pada saat respons imunitas seluler dan titer antibody spesifik terhadap virus varisela-zoster menurun ( misalnya oleh karena umur atau penyakit imunosupresif) sampai tidak lagi efektif mencegah infeksi virus, maka partikel virus varisela-zoster yang lain tersebut mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma fisis, obat-obatan tertentu, infeksi lain, atau stress dapat dianggap sebagai pencetus walaupun belum pasti.

6.      Diagnosa banding herpes zoster
a)      Herpes Zoster
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Gejala Klinis:
        Prodormal sistemik (demam, pusing, malaise).
        Prodormal lokal (nyeri otot dan tulang, gatal, pegal, rasa terbakar).
        Gejala pada kulit :
§  Eritema
§  Vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edem
§  Vesikel berisi cairan jernih, kemudian keruh, kemudian menjadi pustul dan krusta
§  Kadang vesikel berisi darah
§  Dapat timbul infeksi skunder, sehingga menimbulkan ulkus
§  Dapat dijumpai pembesaran kelenjar getah bening
b)      Herpes Simpleks
Merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks.
Gejala Klinis:

  1. Infeksi Primer
Ƙ  Sering disertai gejala sistemik (demam, malaise, dan anoreksia).
Ƙ  Vesikel yang berkelompok di atas kulit & eritematosa berisi cairan jernih. Kemudian menjadi seropulen, dapat menjadi krusta, dan kadang mengalami ulserasi yang dangkal.
Ƙ  Tempat predileksi : pinggang ke atas, terutama di daerah mulut dan hidung.
  1. Fase Laten
Ƙ  Tidak ada gejala klinis, tetapi VHS (Virus Herpes Simpleks) dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif.
  1. Infeksi Rekurens
Ƙ  Gejala klinis timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7-10 hari.
Ƙ  Sering ditemukan gejala prodromal lokal  (rasa panas, gatal, nyeri).


c )      Varisela
Merupakan infeksi akut primer oleh Virus Varisella Zoster menyerang kulit dan mukosa.
Gambaran Klinis:
  1. Lokasinya sentral tubuh, dari daerah badan yang menyebar sentrifugal ke muka dan ekstremitas.
  2. Gejala prodromal (demam tidak terlalu tinggi, nyeri kepala, disertai rasa gatal).
  3. Erupsi kulit (papul eritematosa dan dalam beberapa jam menjadi vesikel, pustul, dan krusta.
         
7.      Pemeriksaan penunjang
      Biopsi kulit
Pemeriksaan histopatologi : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya limphocitic infiltrate
      Polymerase chain  reaction (PCR)
metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping sensitifitasnya 97 -100 %  tes ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zooster
biasanya  preparat diambil dari scraping dasar vesikel
membutuhkan mikroskop fuorescence
pemeriksaan ini dapat menetukan antigen virus varicella zooster
pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpex simpleks
      TZANCK SMEAR
tidak dapat membedakan antara virus varizella zooter dengan  herpex simpleks virus
metode ini dilakukan dengan cara perwarnaan scraping  dari dasar vesikel yang masih baru dengan menggunakan hematoxylin- eosin ,giemsa, wright toluidine blue
mendeteksi achantolitic  keratinocyte atau  sel  multinucleated giant

8.      Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi dari herpes zoster 
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik. Untuk nyeri diberi analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.
Indikasi pemberian obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas. Obat antiviral yang umumnya diberikan adalah acyclovir dan modifikasinya, misalnya valacyclovir. Dan obat terbaru ialah famciclovir dan penciclovir yang memiliki waktu paruh eliminasi lebih lama sehingga hanya diberikan 3x250mg sehari. Obat – obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.
Dosis acyclovir yang dianjurkan adalah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan selama 7 hari, sedangkan valacyclovir cukup 3 x 1000 mg sehari karna konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap muncul, pengobatan diteruskan dan diberhentikan setelah 2 hari lesi baru tidak timbul lagi.
Isoprinosin sebagai immunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya baru setelah 2 – 8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit hanya kira – kira seminggu.
Untuk Neuralgia Pasca Herpetika belum ada obat pilihan, dapat dicoba dengan akupungtur.
Menurut FDA, obat pertama yang dapat digunakan untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifier diabetik dan neuralgia pasca herpetika ialah pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba yang analog ialah gabapetin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2 – 4 kali), cara kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebih sederhana. Dosis awalnya ialah 2 x 75 mg sehari, setelah 3 – 7 hari bila responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimumnya 600 mg sehari.
Efek sampingnya ringan berupa dizziness dan somnolen yang akan menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah anti depresi trisiklik (misalnya nortripitilin dan amitripitilin) yang akan menghilangkan rasa nyeri pada 44 – 67% kasus.
Efek sampingnnya antara lain gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi. Dosis awal amitripitilin ialah 7 mg sehari, kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapeutik, biasanya antara 150 – 300 mg sehari. Dosis nortripitilin ialah 50 – 150 mg sehari.
Nyeri neuralgia pasca herpetika (derajat nyeri dan lamanya) bersifat individual. Nyeri tersebut dapat hilang spontan, meskipun ada yang sampai bertahun- tahun.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa kami berikan ialah prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaanya untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.
  
9.      Komplikasi dan prognosis dari herpes zoster
Komplikasi
Neuralgia pascaherpetik dapat timbul pada umur di atas 40 tahun, persentasenya 10-15%. Makin tua penderita semakin tinggi persentasenya. Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defesiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan,atau usia lanjut dapat disertai komplikasi vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan neokrotik.
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik. Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara per kontinutatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh, ekstermitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembh spontan.
Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar,dan otak
Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.


KESIMPULAN
Herpes zoster dengan distribusi ke cabang 1 Nervus Trigeminus


DAFTAR PUSTAKA
·         Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology, hal 816.
·        Menaldi, Sri Luwih. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketujuh. Jakarta: FK UI.
·         http://www.mhhe.com/biosci/genbio/raven6b/graphics/raven06b/other/raven06_57.pdf
·         Dekker Marcel, Inc. 2001. Medical Immunology Ed.5 Revised and Expanded. New York. PG 1-7
·         Abbas, Abdul K. 2009. Basic Immunology: function and disorder of the immune system. Ed. 3. Philadelphia: Elsevier
·         

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

Get in touch with me


Adress/Street

12 Street West Victoria 1234 Australia

Phone number

+(12) 3456 789

Website

www.johnsmith.com