LAPORAN TUTORIAL
INFEKSI
Erwin Pieter Sibarani (15000022)
Fakultas Kedokteran
Universitas HKBP Nommensen
T.A
2016/2017
PEMICU
Seorang
laki-laki, usia 60 tahun datang dengan keluhan bintil-bintil berisi air pada
bagian dahi dan mata sebelah kanan sejak 2 hari yang lalu. Bintil berisi air
diawali dari bagian dahi atas yang lama kelamaan menjalar ke sekitar mata
sebelah kanan. Bintil-bintil berisi air tersebut terasa sakit dan sedikit
gatal. Demam dirasakan pasien sejak 2 hari sebelum muncul bisul – bisul
tersebut.
More Info 1 :
Dari riwayat penyakit terdahulu
diketahui bahwa pasien pernah menderita penyakit bintil – bintil berisi air
hampir di seluruh badan pada usia 11 tahun. Pada pemeriksaan fisik dijumpai :
Ruam :
vesikel berkelompok diatas kulit yang eritematosa, ulserasi, dan krusta (+)
Lokasi :
region frontalis dekstra-periorbital dekstra
More info 2 :
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
leukosit 11.000/l,
trombosit 250.000/l,
Hb 13gr%, hitung jenis leukosit: 1/0/4/55/36/4. Tes Tzank: sel datia berinti
banyak (+)
UNFAMILIAR
TERMS
-
MASALAH
·
Kenapa bintil berisi
air?
·
Kenapa bintil pada dahi
dan menjalar kedaerah sekitar mata?
·
Kenapa pasien demam
sebelum muncul bintil – bintil?
·
Kenapa bintil terasa
sakit dan gatal?
HIPOTESA
·
Berdasarkan penyebab :
Infeksi
, Iritasi, Trauma
·
Berdasarkan Penyakit :
Varicella,
herpes Zoster,Skabies
LEARNING
ISSUE
1. Mekanisme
pertahanan tubuh spesifik dan non spesifik
2. Jenis
– jenis penyakit virus yang menyerang kulit
3. Definisi,
patogenesis, gejala klinis dari herpes zoster
4. Jenis
– jenis penyakit dengan ruam bintil-bintil berisi air
5. Faktor
predisposisi terjadinya herpes zoster
6. Diagnose
banding herpes zoster
7. Pemeriksaan
penunjang
8. Penatalaksanaan
farmakologi dan non farmakologi dari herpes zoster
9. Komplikasi
dan prognosis dari herpes zoster
PEMBAHASAN
1.
Mekanisme
pertahanan tubuh spesifik dan non spesifik
Tubuh
memiliki suatu mekanisme pertahanan terhadap patogen asing yang tepapar dari
luar maupun dalam lingkungan yang kita kenal sebgai sistem imun. Sistem imun
terdiri dari sistem imun alamiah atau non spesifik dan yang didapat atau
spesifik.
1. Sistem
Imun Nonspesifik
Dalam
mekanisme imunitas sistem imun nonspesifik bertindak sebagai lini pertama dalam
menghadapi pajanan asing dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Bersifat tidak
spesifik karena tidak ditunjukan terhadap patogen potensial tertentu dan sudah
berfungsi dari sejak lahir. Manimfestasi sitem imun nonspesifik dapat berupa
kulit, kulit epitel mukosa, selaput lendir, gerakan silia saluran nafas, batuk
dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung.
Pertahanan
humoral nonspesifik berupa komplemen, interferon, proten fase akut dan
kolektin. Komplemen terdiri dari sejumlah protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi.
Komlemen juga berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis yang dapat
menimbulkan lisis pada bakteri dan parasit. Kolektin merupakan protein yang
berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman
Gambar 1. Mekanisme pertahan tubuh
terhadap respon inflamatori
Interferon
adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi olah makrofag yang
diaktifkan, sel NK (Natural Killer) dan berbagai sel tubuh yang
mengandung nukleus yang dilepas sebgai respon terhadap infeksi virus. Sel
fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel NK dan sel mast berperan
dalam sitem imun non spesifik selular.
Gambar 2. Mekanisme penghancuran bakteri oleh
protein komplemen
Neutrofil
salah satu fagosit polimorfonuklear dengan granula azurophilic yang mengandung
enzim hidrolitik serta subtansi bakterisidal seperti defensins dan katelicidin.
Mononuklear fagosit yang berasal dari sel primoldial dan sel darah tepi disebut
monosit. Makrofag di sistem saraf pusat disebut sebgai sel mikroglia, saat
berada di sinusoid hepar disebut sel kuffer, disaluran pernafasan disebut
makrofag alveolar dan ditulang sebut osteoklas.
Sel
Natural Killer merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam imunitas nonspesifik
terhadap virus dan sel sel tumor. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan
imunitas terhadap parasit dalam usus serta invasi bakteri.
2.
Sistem Imum Spesifik
Sistem imun ini memiliki kemampuan untuk
mengenali banda asing dengan disensitisasi oleh sel-sel imun. Benda yang sama
bila terpajar ulang akan dikenal lebih cepat kemudian dihancurkan. Respon sistem
imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan sensitisasi oleh antigen namun
memiliki perlindungan yang lebih baik terhadap antigen yang sama. Sistem imun
ini melibatkan Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel progenitor
limfoid.
A. Sistem imun spesifik humoral
A. Sistem imun spesifik humoral
Limfosit B berperan menghasilkan antibodi. Antibodi
dapat ditemukan di serum darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi
dan berdifrensiasi menjadi sel plasma. Fungsi utama sel antibodi sebgai
pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan bakteri serta
menetralisasi toksinnya. Sel B memiliki reseptor yang spesifik untuk setiap
molekul antigen dan dapat dideteksi melalui metode tertentu melalui marker
seperti CD19, CD21 dan MHC II.
B.
Sistem imun spesifik selular
Gambar 3. Mekanisme pembentukan antibody
Limfosit
T berperan dalam sistem imun spesifik selular pada orang dewasa. Limfosit T
dibentuk di sumsum tulang tapi poliferasi dan difransiasinya terjadi di
kelanjar timus. Persentasi sel T yang matang dan meninggalkan kelanjar timus
untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama sistem imun spesifik selularadalah
pertahanan terhadap bakteri intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan.
Sel T terdiri dari beberapa subset dengan fungsi
yang berbeda-beda yaitu sel Th1,Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel
Tr. CD4+ merupakan penanda bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari CTL
yang terdapat pada membran protein sel.
Proses
terbentuknya antibodi:
Berdasarkan
cara mendapatkan imun atau kekebalan, dikenal dua macam kekebalan, yaitu
kekebalan aktif dan pasif.
1)
Kekebalan Aktif
Kekebalan
aktif terjadi jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah diberikan
vaksinasi dengan suatu bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh setelah
orang mengalami sakit karena infeksi suatu kuman penyakit maka disebut
kekebalan aktif alami.
Pada
proses pembentukan antibodi diawali dengan invasi antigen yang kemudian akan
direspon oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi. Sel B dan sel T (sel
limfosit) ikut berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B limfosit)
membentuk sistem imunitas humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk
antibodi yang berada di darah dan limfa. Sel B berfungsi secara spesifik
mengenali antigen asing serta berperan membentuk kekebalan terhadap infeksi
bakteri, seperti Streptococcus, Meningococcus, virus campak, dan Poliomeilitis.
Antibodi ini kemudian melekat pada antigen dan melumpuhkannya. Sel B ini juga
mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel ini berfungsi untuk membentuk
kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh jika terdapat antigen yang
sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini akan segera
meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel plasma
adalah sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa.
Gambar
4. Tempat pembentukan sel B dan sel T
1)
Kekebalan Aktif
Kekebalan
aktif terjadi jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah diberikan
vaksinasi dengan suatu bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh setelah
orang mengalami sakit karena infeksi suatu kuman penyakit maka disebut
kekebalan aktif alami.
Pada
proses pembentukan antibodi diawali dengan invasi antigen yang kemudian akan
direspon oleh sistem imun dengan cara membentuk antibodi. Sel B dan sel T (sel
limfosit) ikut berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B limfosit)
membentuk sistem imunitas humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk
antibodi yang berada di darah dan limfa. Sel B berfungsi secara spesifik
mengenali antigen asing serta berperan membentuk kekebalan terhadap infeksi
bakteri, seperti Streptococcus, Meningococcus, virus campak, dan Poliomeilitis.
Antibodi ini kemudian melekat pada antigen dan melumpuhkannya. Sel B ini juga
mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel ini berfungsi untuk membentuk
kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh jika terdapat antigen yang
sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini akan segera
meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel plasma
adalah sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa.
2)
Kekebalan Pasif
Setiap
antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat menstimulasi pembentukan
berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat merespon berjuta-juta jenis dari
mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat memperoleh kekebalan (antibodi) dari
ibunya pada saat masih berada di dalam kandungan. Sehingga bayi tersebut
memiliki sistem kekebalan terhadap penyakit seperti kekebalan yang dimiliki
ibunya. Kekebalan pasif setelah lahir yaitu jika bayi terhindar dari penyakit
setelah dilakukan suntikan dengan serum yang mengandung antibodi, misanya ATS
(Anti Tetanus Serum). Sistem kekebalan tubuh yang diperoleh bayi sebelum lahir
belum bisa beroperasi secara penuh, tetapi tubuh masih bergantung pada sistem
kekebalan pada ibunya. Imunitas pasif hanya berlangsung beberapa hari atau
beberapa minggu saja.
2. Jenis – jenis penyakit virus yang menyerang kulit
Penyakit
kulit karena virus terdiri atas
1. Herpes
zoster
2. Moluskum
kontangiosum
3. Variola
4. Varisela
5. Veruka
1 a.
Herpes
zoster
Reaktivasi
virus varicella-zoster yang tetap aktif (dormant) dalam neuron ganglion
sensoris radiks dorsalis, ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf
autonomik selama beberapa dekade setelah paparan pasien awal untuk virus dalam
bentuk varicella (cacar)
Etiopatogenesis
Mengikuti
infeksi primer virus varisela-zoster (varisela), partikel virus dapat tetap
tinggal di dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama
tahunan. Pada saat respons imunitas selular dan titer antibodi spesifik
terhadap virus varisela-zoster menurun sampai tidak lagi efektif mencegah
infeksi virus, maka partikel virus varisela-zoster yang laten tersebut
mengalami reaktivasi dan menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam
satu dermatom.
1 b.
Moluskum
Kontangiosum
Disebabkan oleh infeksi virus DNA
genus Molluscipox.Klinis berupa papul
berbentuk kubah, berkilat, dan pada permukaannya terdapat lekukan.
Etiopatogenesis
Virus moluskulum tergolong virus
DNA genus Molluscipox , ditemukan 4
subtipe, dan tipe 1 dianggap dapat menyerang individu yang imunokompeten. Masa
inkubasi antara 2-8 minggu.
1 c.
Variola
Penyebab variola ialah virus poks (pox virus variolae). Dikenal 2 tipe
virus yang hampir identik, tetapi yebabkan 2 tipe variola, yaitu variola mayor
dan variola minor (alastrim). Perbedaan kedua tipe virus tersebut adalah bahwa
virus yang menyebabkan variola mayor bila diinokulasikan pada membran
korioalantoik tumbuh pada suhu 38°-38,5°C, sedangkan yang menyebabkan variola
minor tumbuh di bawah suhu 38°C. Virus ini sangat stabil pada suhu ruangan,
sehingga dapat hidup di luar tubuh selama berbulan-bulan.
Patogenesis
Transmisi terjadi secara aerogen
karena virus in terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di saluran napas
bagian atas dan juga terdapat/terbawa di pakaian penderita. Setelah masuk ke
dalam tubuh, virus akan mengalami multiplikasi dalam sistem retikuloendotelial,
kemudian masuk ke dalam darah dan melepaskan diri melalui kapiler dermis menuju
sel epidermis ( epidermotropik) dan membentuk badan inklusi intra sitoplasma yang
terletak di inti sel . tipe variola yang muncul tergantung pada imunitas, tipe
virus dan gizi penderita.
d. Varisela
Varisela tidak menyebabkan kematian.
Sejak lama disepakati bahwa varisela dapat sembuh sendiri. Namun, varisela
termasuk penyakit yang kontagius (menular) daN penularan terjadi dengan cepat
secara airborn infection, terutama
pada orang serumah dan pada orang dengan imunokompemais.
Patogenesis
VVZ
masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran naps atas dan orofaring. Virus
bermultiplikasi di tempat masuk (port
d’entry), menyebar melalui pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia
primer. Tubuh mencoba mengeliminasi virus terutama melalui sistem pertahanan
tubuh non spesifik, dan imunitas spesifik terhadap VVZ. Apabila pertahanan
tubuh tersebut gagal mengeliminasi virus terjadi viremia sekunder kurang lebih
dua minggu setelah infeksi. Viremia ini ditandai oleh timbulnya erupsi
varisela, teutama di bagian sentral tubuh dan di bagian perifer lebih ringan.
Setelah erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian
menjadi laten di ganglion dorsalis posterior.
e.
Veruka
Terdiri atas 2 yaitu veruka vulgaris dan
veruka plana
Veruka vulgaris
Veruka
vulgaris atau yang lebih sering disebut kutil adalah papul verukosa yang
disebabkan oleh infeksi virus papilloma virus.
Veruka plana
Veruka
plana adalah papul datar kecil yang disebabkan oleh infeksi human papilloma
virus. Kelainan ini dapat regresi, biasanya didahului oleh peradangan.
3.
Definisi,
patogenesis, gejala klinis dari herpes zoster
Definisi
Herpes
zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela – zooster yang
menyerang kulit. Infeksi ini merupakan
reaktivitasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Bentuk Klinis Herpes zoster :
•
Herpes zoster abortif
perjalanan
penyakit begitu singkat dan kelainan kulit berupa vesikel dan eritema
•
Herpes zoster
oftalmikus
menyerang cabang
pertama nervus trigeminus. Erupsi kulit sebatas mata sampai ke verteks, tetapi
tidak melalui garis tengah dahi.
•
Herpes zoster aberans
disertai vesikel minimal 10 buah
yang melewati garis tengah.
•
Herpes zoster pada
imunokompromais
tidak spesifik,
berlangsung lama (lebih dari 6 minggu), cenderung kronik presisten, menyebar ke
paru, hati dan otak.
•
Herpes zoster pada ibu
hamil
ringan, terjadi
komplikasi sangat jarang. Resiko infeksi pada janin sangat kecil. Karena itu
tidak dilakukan terapi antiviral
•
Herpes zoster pada
neonatus
jarang
ditemukan, penyakit ringan, sembuh tanpa gejala sisa. Tidak membutuhkan
antiviral.
•
Herpes zoster pada anak
ringan, banyak
menyerang di daerah servikal bawah.tidak membutuhkan terapi antiviral
•
Sindrom ramsay-hunt
terjadi di liang
teliga luar, gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah,vertigo, dan tuli.
Patogenesis
Gejala klinis herpes zoster
•
Demam, pusing, malaise
•
Nyeri otot tulang,
pegal, gatal
•
Eritema
•
Kemudian terbentuk
vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema
•
Berisi cairan jernih
kemudian menadi keruh, dapat emjadi pustul dan krausa.
4.
Jenis
– jenis penyakit dengan ruam bintil-bintil berisi air
Tinea manus
·
Disebabkan oleh
jamur
·
Menyerang semua
umur
·
Gejala vesikular
meradang
·
Skuamosa tak
meradang
·
Vesikel dengan
eritema yang berbatas tegas disertai rasa gatal
·
Lokasi pergelangan
tangan sampai ujung jari
·
Penatalaksanaan :
preparat haloprogin, tolnaftat, asam salisilat dan
preparat triazol
Impetigo krustosa
·
Disebabkan bakteri
·
Terutama pada anak
anak
·
Keluhan terasa
gatal, ada lesi berupa makula eritematosa diawal yang kemudian berubah menjadi
vesikel atau bula, karna tipis mudah pecah dan mengeluarkan cairan
·
Lokasi wajah
sekitar hidung dan mulut, tangan leher, dan ekstremitas
·
Penatalaksanaan
: mencuci tangan dengan H2O2 lalu saleb antibiotik
kloramfenikol 2% dan teramisin 3% jika lesi banyak beri penisislin ,
kloksasilin atau sefalosporin
Erisipelas
·
Disebabkan bakteri
·
Banyak pada anak
dan dewasa
·
F.prediposisi DM,
ISPA, kurang gizi
·
Lokasi kaki tangan
dan wajah
·
Gejala badan panas
dan malaise terdapat lesi dengan batas tegas dan vesikel
·
Penatalaksanaan
sistemik antipiretik dan analgetik, penisilin, sefalosporin. Topikal kompres
dengan larutan asam borat 3%
Moluskum kontagiosum
·
Disebabkan oleh
virus
·
Terutama pada anak
anak
·
Lokasi wajah,
badan, kadang kadang pada perut, bagian bawah perut dan genitalia
·
Terdapat lesi,
furunkel dan vesikel
·
Penatalaksanaan
: kuretase bersihkan dan berikan salep
Herpes simpleks
·
Disebabkan virus
·
Menyerang semua
umur
·
Gejala rasa gatal,
rasa terbakar, kadang timbul rasa nyeri, malaise, demam, vesikel
·
Lokasi mukokutan
·
Penatalaksanaan
: kompres dengan sol. Kalium permanganas, antiseptik
seperti povidon yodium, idoksuridin,
asiklovir
Herpes zoster
·
Disebabkan virus
·
Pada anak dan
dewasa
·
Gejala neuralgia,
didahului demam, ada eritema, vesikula yang menyatu sehingga terbentuk bula,
vesikel yang mulanya jernih lalu keruh dan bercampur darah
·
Penatalaksanaan :
analgetik, bedak salisil, salep kloramfenikol 2%
Herpes zoster oftalmik
·
Disebabkan virus
·
Gelaja demam,
banyak keluar air mata, kelopak mata bengkak dan sulit dibuka, vesikel
Varisela
·
Disebabkan virus
·
Gejala demam,
anoreksia dan malaise pada kulit timbul papula kemerahan yang menjadi vesikula
·
Lokasi pada wajah,
badan dan ekstremitas, mungkin juga pada mulut, mole, palatum dan faring
·
Penatalaksanaan
: simtomatik yaitu analgetik dan antipiretik seperti
metampiron atau aseteminofen
Dermatitis kontak toksik
·
Disebabkan iritan
primer
·
Gejala rasa panas,
gatal, nyeri, eritema numular sampai plakat. Vesikel, bula sampai erosi
·
Lokasi seluruh
permukaan tubuh
·
Penatalaksanaan :
hindari sumber toksik, sistemik kortikosteroid seperti
prednison
Skabies
·
Disebabkan parasit
·
Banyak menyerang
anak anak
·
Lokasi sela jari
tangan, pergelangan tanag, ketiak, sekitar pusat, genitalia pria, bokong,
telapak kaki dan tangan
·
Gejala selalu gatal
terutama malam hari ada papula dan vesikel
·
Penatalaksanaan :
sulfur presipitatum 2-5%, emulsi benzil benzonat 20-25%,
gama benzen heksaklorida 0,5-1%, krotamiton 10%, krim permetrin 5%
5.
Faktor
predisposisi terjadinya herpes zoster
Infeksi
primer virus varisela-zoster (varisella), partikel virus dapat tetap tinggal di
dalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama tahunan.
Pada saat respons imunitas seluler dan titer antibody spesifik terhadap virus
varisela-zoster menurun ( misalnya oleh karena umur atau penyakit
imunosupresif) sampai tidak lagi efektif mencegah infeksi virus, maka partikel
virus varisela-zoster yang lain tersebut mengalami reaktivasi dan menimbulkan
ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. Faktor lain seperti
radiasi, trauma fisis, obat-obatan tertentu, infeksi lain, atau stress dapat
dianggap sebagai pencetus walaupun belum pasti.
6.
Diagnosa
banding herpes zoster
a) Herpes
Zoster
Merupakan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang
kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer.
Gejala
Klinis:
–
Prodormal sistemik
(demam, pusing, malaise).
–
Prodormal lokal (nyeri
otot dan tulang, gatal, pegal, rasa terbakar).
–
Gejala pada kulit :
§ Eritema
§ Vesikel
berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edem
§ Vesikel
berisi cairan jernih, kemudian keruh, kemudian menjadi pustul dan krusta
§ Kadang
vesikel berisi darah
§ Dapat
timbul infeksi skunder, sehingga menimbulkan ulkus
§ Dapat
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening
b) Herpes
Simpleks
Merupakan
infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks.
Gejala
Klinis:
- Infeksi
Primer
Ć Sering
disertai gejala sistemik (demam, malaise, dan anoreksia).
Ć Vesikel
yang berkelompok di atas kulit & eritematosa berisi cairan jernih. Kemudian
menjadi seropulen, dapat menjadi krusta, dan kadang mengalami ulserasi yang
dangkal.
Ć Tempat
predileksi : pinggang ke atas, terutama di daerah mulut dan hidung.
- Fase
Laten
Ć Tidak
ada gejala klinis, tetapi VHS (Virus Herpes Simpleks) dapat ditemukan dalam
keadaan tidak aktif.
- Infeksi
Rekurens
Ć Gejala
klinis timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira-kira
7-10 hari.
Ć Sering
ditemukan gejala prodromal lokal (rasa
panas, gatal, nyeri).
c ) Varisela
Merupakan
infeksi akut primer oleh Virus Varisella Zoster menyerang kulit dan mukosa.
Gambaran
Klinis:
- Lokasinya
sentral tubuh, dari daerah badan yang menyebar sentrifugal ke muka dan
ekstremitas.
- Gejala
prodromal (demam tidak terlalu tinggi, nyeri kepala, disertai rasa gatal).
- Erupsi kulit (papul eritematosa dan dalam beberapa jam menjadi vesikel, pustul, dan krusta.
7.
Pemeriksaan
penunjang
•
Biopsi kulit
Pemeriksaan histopatologi : tampak vesikel
intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis
bagian atas dijumpai adanya limphocitic infiltrate
• Polymerase
chain reaction (PCR)
metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat
seperti scraping sensitifitasnya 97 -100 %
tes ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zooster
biasanya preparat diambil dari scraping dasar vesikel
membutuhkan
mikroskop fuorescence
pemeriksaan
ini dapat menetukan antigen virus varicella zooster
pemeriksaan
ini dapat membedakan antara VZV dengan herpex simpleks
•
TZANCK SMEAR
tidak dapat membedakan antara virus varizella zooter
dengan herpex simpleks virus
metode
ini dilakukan dengan cara perwarnaan scraping
dari dasar vesikel yang masih baru dengan menggunakan hematoxylin- eosin
,giemsa, wright toluidine blue
mendeteksi
achantolitic keratinocyte atau sel
multinucleated giant
8.
Penatalaksanaan
farmakologi dan non farmakologi dari herpes zoster
Terapi
sistemik umumnya bersifat simtomatik. Untuk nyeri diberi analgetik, jika
disertai infeksi sekunder diberi antibiotik.
Indikasi
pemberian obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan
defisiensi imunitas. Obat antiviral yang umumnya diberikan adalah acyclovir dan
modifikasinya, misalnya valacyclovir. Dan obat terbaru ialah famciclovir dan
penciclovir yang memiliki waktu paruh eliminasi lebih lama sehingga hanya
diberikan 3x250mg sehari. Obat – obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama
sejak lesi muncul.
Dosis acyclovir yang dianjurkan adalah 5
x 800 mg sehari dan biasanya diberikan selama 7 hari, sedangkan valacyclovir
cukup 3 x 1000 mg sehari karna konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi
baru masih tetap muncul, pengobatan diteruskan dan diberhentikan setelah 2 hari
lesi baru tidak timbul lagi.
Isoprinosin sebagai immunostimulator
tidak berguna karena awitan kerjanya baru setelah 2 – 8 minggu, sedangkan masa
aktif penyakit hanya kira – kira seminggu.
Untuk Neuralgia Pasca Herpetika belum
ada obat pilihan, dapat dicoba dengan akupungtur.
Menurut FDA, obat pertama yang dapat
digunakan untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifier diabetik dan neuralgia
pasca herpetika ialah pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba
yang analog ialah gabapetin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih poten
(2 – 4 kali), cara kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebih
sederhana. Dosis awalnya ialah 2 x 75 mg sehari, setelah 3 – 7 hari bila
responnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimumnya
600 mg sehari.
Efek sampingnya ringan berupa dizziness
dan somnolen yang akan menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah
anti depresi trisiklik (misalnya nortripitilin dan amitripitilin) yang akan
menghilangkan rasa nyeri pada 44 – 67% kasus.
Efek sampingnnya antara lain gangguan jantung,
sedasi, dan hipotensi. Dosis awal amitripitilin ialah 7 mg sehari, kemudian
ditinggikan sampai timbul efek terapeutik, biasanya antara 150 – 300 mg sehari.
Dosis nortripitilin ialah 50 – 150 mg sehari.
Nyeri neuralgia pasca herpetika (derajat
nyeri dan lamanya) bersifat individual. Nyeri tersebut dapat hilang spontan,
meskipun ada yang sampai bertahun- tahun.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah
untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah
terjadinya paralisis. Yang biasa kami berikan ialah prednison dengan dosis 3 x
20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung
dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaanya untuk mencegah fibrosis ganglion.
Pengobatan topikal bergantung pada
stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif
untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila
erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik.
9.
Komplikasi
dan prognosis dari herpes zoster
Komplikasi
Neuralgia
pascaherpetik dapat timbul pada umur di atas 40 tahun, persentasenya 10-15%.
Makin tua penderita semakin tinggi persentasenya. Pada penderita tanpa disertai
defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai
defesiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan,atau usia lanjut dapat disertai
komplikasi vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan neokrotik.
Pada
herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik.
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran
virus secara per kontinutatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya
lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang
tubuh, ekstermitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembh spontan.
Infeksi juga dapat menjalar ke alat
dalam, misalnya paru, hepar,dan otak
Prognosis
Umumnya
baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan
perawatan secara dini.
KESIMPULAN
Herpes
zoster dengan distribusi ke cabang 1 Nervus Trigeminus
DAFTAR PUSTAKA
·
Fitzpatrick’s color
atlas & synopsis of clinical dermatology, hal 816.
·
Menaldi, Sri Luwih.
2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Edisi Ketujuh. Jakarta: FK UI.
·
http://www.mhhe.com/biosci/genbio/raven6b/graphics/raven06b/other/raven06_57.pdf
·
Dekker Marcel, Inc.
2001. Medical Immunology Ed.5 Revised and Expanded. New York. PG 1-7
·
Abbas, Abdul K. 2009.
Basic Immunology: function and disorder of the immune system. Ed. 3.
Philadelphia: Elsevier
·
0 komentar:
Posting Komentar